Sudah Tidak Berkenan Lagi. Harus Bagaimana?

Rumahku di Manisi ini sepertinya memang sudah tidak menghendaki aku dan anak-anak tinggal di sini. Sudah sampai pada puncaknya. Kebutuhan vital kami direnggut paksa oleh penghuni rumah ini. Katakan aku ini aneh atau gila sekalian. Kenyataannya, kejadian janggal binti ganjil di rumah ini dalam setahun sudah terlalu banyak, melebihi apa yang kami alami 10 tahun di Anyelir.

Yang merasakan tak nyaman bukan hanya aku, tapi juga kedua anakku. Kamar mandi, salah satu tempat penuh masalah selama setahun. Renovasi dapur menjadi kamar mandi dan memindahkan letak dapur ke ruang lain. Itu pertama. Kemudian, beli mesin air biasa yang kemudian terendam dan balik ke mesin air yang lama. Gulung dinamo, istilahnya. Apapun deh! Kemudian membeli banyak paralon dan kabel untuk membereskan sumur sedalam hampir 27 meter dengan jarak air ke atas sekitar 8 meter. (eh, bener gak sih gitu itungannya?) Entah berapa kali stop kontak korslet dan ganti baru. Semalam, kabel penghubung stop kontak dan mesin air terbakar. Bukan hanya sekadar percikan api, beneran kebakar. Aku bukan hanya kaget, tapi langsung sakit kepala. Hadeh!

Mantan pemilik lama bilang di SMS kalau air di sini gak pernah kering. Kalau dipancing sih iya. Tapi gak pernah sampai benar-benar tidak keluar air. It happened to me! Now! *sigh* Aku gak tau harus gimana lagi. Dipancing pun yang keluar hanya air pancingan. Gak lebih. Kemudian, Bu Tuti, yang membetulkan kabel mengatakan sebaiknya mencari galian baru daripada di tempat semula yang sudah kering.  Duit lagi deh! Kalau menggali, gak akan mahal. Paling tinggal bayar jasa, katanya. Tapi kalau ngebor pasti mahal karena mesin bor dan mesin airnya. Illahi Rabb, ujian Ramadan ya gini banget….

Jadi ingat, ketika di Depok, ada tetangga yang bernama Bu Ida. Rumahnya memakai Sanyo (mesin air yang sudah jamak disebut hanya mereknya.) Sementara rumahku memakai PDAM. Jika PDAM sedang bermasalah, Bu Ida yang proaktif menanyakan kapan aku mau ambil air. “Ayo, ayo! Mumpung siang nih! Ambil air yang banyak deh.” Aku nyaris tak perlu meminta karena sudah ditawarin duluan. Lega karena tetangga mau mengerti kesulitan kami yang memakai PDAM. Tentu saja, berliter-liter dan berkubik-kubik air itu GRATIS alias kami gak perlu membayar pada keluarga Bu Ida. Yaa Allah, mudahkan rezeki mereka dan sehatkan jiwa raga mereka…

Di Manisi ini? Ehm, beda 180 derajat ya pemirsah! Semuanya penuh basa-basi yang tak perlu. Jika membutuhkan bantuan, tentu harus ada imbalan. Termasuk masalah air ini. Tetanggaku bilang, “Di sini aja ambil airnya. Nyuci di sini. Daripada ke londri kan bayar? Ya sama aja di sini juga bayar.” Aku nyengir berusaha semanis mungkin. Berusaha khusnudzon karena mereka keluarga sederhana. Oh ya, keluarga Bu Ida juga bukan golongan berada kok. 😉

Kalau udah menyangkut yang vital seperti air, rasanya udah gak bisa gak ya harus cari cara nih! Menggali di lokasi baru (halaman) atau pindah rumah. Betul? Pikiranku sudah lelah untuk menerima keganjilan lainnya. (tak perlu dibahas, gak akan ada yang percaya) Oke, aku terlalu manja? Aku terlalu lebay? Abaikan.

Sooner or later it will be happen. For my babies. For everything.

Ya sudahlah, abaikan.

UPDATED:

Ternyata ada yang berusaha membuat kami semua tak nyaman di rumah. Air tanah tetap kering hingga tanggal 16 Juli. Kemudian, pukul 1 dini hari 2 malam yang lalu, tanteku mendengar suara tertawa dari arah kamar anak-anak, tempatku dan krucil tidur. Sementara kami bertiga jelas sedang tertidur. Tanteku sampai terbangun dan meyakinkan dirinya mendengar tawa itu dari arah kamar depan. Aku langsung menyadari ada yang tak beres ketika tante berkata demikian. Untuk meredam cemasnya, kukatakan saja itu tawaku karena masih bangun dan sedang becanda lewat ponsel. Tetiba kepalaku sakit karena bingung dan jengkel. Duh!

2 pemikiran pada “Sudah Tidak Berkenan Lagi. Harus Bagaimana?”

  1. Sepertinya masalah rumah itu seperti juga masalah jodoh. Banyak maslah spt yg mba hadapi dg rumah ini, apa itu sbg isyarat jodoh gak lama untuk kemudian bercerai? Wallahu alam…
    Hanya saja khusus masalah air, itu memang masalah utama dan vital. Sebagus apapun rumah kalo suplly air tdak lancar, pastilah akan malas untuk kita berlama disana.
    Dan tentu semua adalah cobaan dlm hidup ini. Semoga saja mba diberi kekuatan dan petunjuk olehNya.
    Oh ya seperti halnya rumah saya di sukabumi ini. Rumahnya gede, 2 kali ukuran dari rumah waktu di perumahan di bekasi. Tp ini rumah tua dan ditengah gang. Bocor disana-sini kalo hujan. Penataan ulang sedikit demi sedikit hanya itu yg saya lakukan. Maklum terjebak masalah biaya yg tidak sedikit. Kelebihannya, ditengah gang. Tenang. Gak ada berisik suara kendaraan. Tp tidak jauh dr jalan raya, jadi gak repot seandai saya pulang malampun dari bekasi.
    Rumah oh rumah, saya pikir setiap rumah punya romantikanya sendiri bagi penghuninya.
    Maap komen kepanjangan, ah tapi beginilah kalo kita bicara mengenai rumah.
    Salam,

    Suka

    1. iyaaa pakde bener juga 🙂 setiap bicara rumah pastinya tak akan ada habisnya 🙂 kalau masalah bocor sih jamak lah di mana-mana ada sedikit rembes atau bocor 🙂

      di depok dulu kalau bocor udah kayak kolam deh! 😀 tapi enak ke pasar tinggal nyebrang 🙂 hanya saja ya pakde taulah kenapa aku harus pindah 😦

      yang sekarang ini juga ada bocor namanya rumah tua, tapi bisa diatasi. yang gak nahan ya airnya 😦 tetiba kering secara misterius. padahal pemilik lama bilang gak pernah kering. kan aneh….

      sepertinya penghuni rumah ini sudah memberi sinyal itu ya pakde. mereka ingin bertemu dengan pemilik baru 🙂

      doakan saja yang terbaik 🙂

      nuhun pisan 🙂

      Suka

Tinggalkan komentar

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.